Izuddin Al-Atsir (Sejahrawan Penulis Ensiklopedi Sejarah Dunia Islam)
Izzuddin bin Al-Atsir nama lengkapnya adalah Ali bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Al-Jaziri. Ia dilahirkan di Jazirah Ibn Amr, wafat pada tahun 555H., sebuah wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Turki di perbatasan antara Turki dan Iraq. Ia adalah pengarang buku “al-Kamil fi al-Tarikh”, salah satu buku sejarah yang berpengaruh terhadap pembaca dan peneliti baik di Timur maupun di Barat. Dialah salah seorang dari tiga bersaudara yang semuanya ilmuwan terkenal dan penulis dalam bidangnya masing-masing, yang spesialisasinya kajian Al-Qur’an, Hadits, dan Nahwu;Dhiya’uddin adalah spesialis dalam balaghah, dan penulis buku terkenal “Al-Matsal al-Sa’ir fi Adab al-Katib wa al-Sya’ir” sementara Izzuddin sendiri adalah seorang ahli sejarah yang ulung.
Ibn al-Atsir tidak hanya mengusai sejarah, tetapi juga menguasai ilmu Hadits, Sirah Nabi, garis keturunan (‘ilm al-ansal) bangsa arab, dan hari-hari kejayaan mereka. Dia juga menulis riwayat hidup para shahabat Nabi yang berjudul “Usud al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah” kalau buku “al-Kamil fi al-Tarikh” merupakan edisi ringkas dari karya at-Thabari yang lebih tua, yang dilanjutkannya kembali sejak ia berhenti pada tahun 1231, maka Usd al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah merupakan himpunan yang memuat kira-kira 700 biografi para shahabat Nabi.
Dalam periwayatan, ibnu al-Atsir menganggap cukup satu riwayat yang diterimanya, kemudian melengkapinya dengan informasi yang belum ada di Thabari yang ia ambil dari Ibn al-Kalbi, al-Mubarrid, al-Baladzuri dan lain-lain. Sedangkan separuh bukunya yang kedua, dia dipergunakan untuk menulis sejarah berdasarkan semua buku karangan sejarah, ditambah dengan peristiwa yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Dia memiliki kelebihan dalam meyakinkan apa yang dikutipnya, sekaligus mengkritik sumber-sumber yang dia ambil darinya, dan perimbangannya terhadap sejarah berbagai kota yang ada di dunia Islam, dengan gaya perbandingannya yang memadai. Kelebihan lainya ialah gaya ungkapanya yang cemerlang, sederhana dan hidup, yang memudahkan pembacanya untuk mengikuti dan mencermati tulisannya.
Meskipun Ibn al-Atsir sangat cerdas dan berfilsafat tajam, ketika menuliskan sejarahnya dia tidak dapat menghidndarkan diri dari fanatismenya terhadap penguasa keturunan Imaduddin Zanki, yang pembantu dan orang-orang dekatnya banyak memiliki hubungan keluarga dengan Ibn al-Atsir. Fanatisme itu tanpak sangat jelas ketika dia menuliskan dua buah bukunya “Tarikh al-Dawlah al-Arabiuah” dan buku “al-Kamil fi al Tarikh”.
Dia sangat fanatik terhadap para penguasa dari dinasti Zanki yang sangat tidak suka terhadap Shalahuddin al-Ayyubi, karena dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap Nuruddin Mahmuddin bin Zanki. Oleh karena itu, ibnu al-Atsir memberikan kritik yang sangat pedas terhadap Shalahuddin walaupun terkadang ia tidak dapat menggerakan penanya ketika melihat kesuksesan Shalahuddin. Dia menggambarkannya sebagai seorang pahlawan, akan tetapi pahlawan yang mencurahkan kekuatan politik dan taktik perangnya untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Ketenaran Ibn al-Atsir dan kepiawaianya dalam ilmu pengetahuan tercermin dari buku yang telah ditulisnya, yaitu “al-Kamil fi al-Tarikh” yang berisi kumpulan informasi yang belum pernah terkumpulkan dalam sebuah buku. Dalam mukaddimah buku tersebut dia berkata:
“Amma ba’d. Aku sangat senang menelaah buku-buku sejarah ketika aku mengamatinya, aku melihat bahwa setiap buku memiliki tujuan berbeda. Tujuan yang berbeda ada orang yang sengaja memperpendek riwayat yang seharusnya ditulis dalam lembaran yang panjang. Sebaliknya ada pula orang yang ingin memanjangkan cerita untuk urusan yang sangat kecil. Orang-orang timur tidak suka membuat sejarah orang Barat, sedangkan orang-orang Barat mengabaikan suasana yang sedang terjadi di Timur. Oleh sebab itu, jika ada pelajar yang hendak mengkaji sejarah secara kronologis dan terus bersambung, dia mesti mengkajinya dalam waktu yang lama, untuk menelaah berjilid-jilid buku, padahal hal seperti ini sangat membosankan ketika saya meliha suasana seperti ini, saya mulai mencoba menulis sejarah secara menyeluruh, dengan mengulas peristiwa dari awal secara berurutan hingga zaman kita sekarang ini.”
Lalu dia menyebutkan manfaat mempelajari sejarah, seraya mengatakan dalam mukaddimah buku yang sama:
“Aku melihat sebuah kelompok yang mengaku memiliki ilmu pengetahuan, namun kemudian justru menghina sejarah dan menafikannya, karena ia menduga bahwa faedah mengkaji sejarah itu hanya memperoleh cerita dan kisah-kisah. Itulah pandangan orang yang dapat melihat kulit tanpa melihat isinya. Adapun, orang yang dikaruniai Allah waktu yang sehat, akan mengetahui bahwa faedah mengkaji sejarah sangat banyak. Di antaranya, jika seseorang membaca buku berisi kisah-kisah orang zaman dahulu, maka seakan-akan dia hidup pada zaman mereka, dan berada ditengah-tengah mereka. Jika ia menemukan diantara mereka ada raja-raja atau penguasan tiran, dan tertulis dalam buku itu dan mengetahui akibat tiraninya tidak baik dan menghancurkan negara, maka sang pembaca tentu akan ikut menjelekan mereka dan menyingkirkannya. Sebaliknya jika pembaca melihat kelakuan penguasa itu adil dan baik kemudia mendapatkan pujian setelah mereka tiada, maka sang pembaca akan ikut memuji dan mengatakan bahwa mereka sangat baik dan sebang kepada mereka. Selain itu pembaca juga akan memperoleh pengetahuan yang benar yang dapat dijadikan alat untuk menghindarkan diri dari bahaya yang ditimbulkan musuh , menyelamatkan diri dari masa lalu dan akibat-akibatnya. Karena tidak ada suatu perkara yang terjadi kecuali di dahului oleh perkara yang sama atau sebaliknya.
Dengan demikian, akan bertambah pengetahuan dalam otak menusia , yang membuatnya enak di dengar ketika menyampaikan suatu pendapat dalam sebuah majlis atau pertemuan karena pengetahuan yang diperolehnya dari sejarah. Selain itu, apabila orang yang berakal sudah melihat bahwa dunia ini menguasai manusia, maka ia dapat cepat-cepat menghindarkan diri dari kejaran dunia dan lebih mendekatkan diri untuk menyongsong akherat. Dan jika ia melihat bahwa musibah dunia ini menimpa dan tidak seseorangpun yang mampu menolongnya maka dia dapat belajar kesabaran darinya. Di dalam al-Qur’an dikatakan; sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya. (QS. 50:37)
Diambil dari buku “Seri Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah”
Ibn al-Atsir tidak hanya mengusai sejarah, tetapi juga menguasai ilmu Hadits, Sirah Nabi, garis keturunan (‘ilm al-ansal) bangsa arab, dan hari-hari kejayaan mereka. Dia juga menulis riwayat hidup para shahabat Nabi yang berjudul “Usud al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah” kalau buku “al-Kamil fi al-Tarikh” merupakan edisi ringkas dari karya at-Thabari yang lebih tua, yang dilanjutkannya kembali sejak ia berhenti pada tahun 1231, maka Usd al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah merupakan himpunan yang memuat kira-kira 700 biografi para shahabat Nabi.
Dalam periwayatan, ibnu al-Atsir menganggap cukup satu riwayat yang diterimanya, kemudian melengkapinya dengan informasi yang belum ada di Thabari yang ia ambil dari Ibn al-Kalbi, al-Mubarrid, al-Baladzuri dan lain-lain. Sedangkan separuh bukunya yang kedua, dia dipergunakan untuk menulis sejarah berdasarkan semua buku karangan sejarah, ditambah dengan peristiwa yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Dia memiliki kelebihan dalam meyakinkan apa yang dikutipnya, sekaligus mengkritik sumber-sumber yang dia ambil darinya, dan perimbangannya terhadap sejarah berbagai kota yang ada di dunia Islam, dengan gaya perbandingannya yang memadai. Kelebihan lainya ialah gaya ungkapanya yang cemerlang, sederhana dan hidup, yang memudahkan pembacanya untuk mengikuti dan mencermati tulisannya.
Meskipun Ibn al-Atsir sangat cerdas dan berfilsafat tajam, ketika menuliskan sejarahnya dia tidak dapat menghidndarkan diri dari fanatismenya terhadap penguasa keturunan Imaduddin Zanki, yang pembantu dan orang-orang dekatnya banyak memiliki hubungan keluarga dengan Ibn al-Atsir. Fanatisme itu tanpak sangat jelas ketika dia menuliskan dua buah bukunya “Tarikh al-Dawlah al-Arabiuah” dan buku “al-Kamil fi al Tarikh”.
Dia sangat fanatik terhadap para penguasa dari dinasti Zanki yang sangat tidak suka terhadap Shalahuddin al-Ayyubi, karena dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap Nuruddin Mahmuddin bin Zanki. Oleh karena itu, ibnu al-Atsir memberikan kritik yang sangat pedas terhadap Shalahuddin walaupun terkadang ia tidak dapat menggerakan penanya ketika melihat kesuksesan Shalahuddin. Dia menggambarkannya sebagai seorang pahlawan, akan tetapi pahlawan yang mencurahkan kekuatan politik dan taktik perangnya untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Ketenaran Ibn al-Atsir dan kepiawaianya dalam ilmu pengetahuan tercermin dari buku yang telah ditulisnya, yaitu “al-Kamil fi al-Tarikh” yang berisi kumpulan informasi yang belum pernah terkumpulkan dalam sebuah buku. Dalam mukaddimah buku tersebut dia berkata:
“Amma ba’d. Aku sangat senang menelaah buku-buku sejarah ketika aku mengamatinya, aku melihat bahwa setiap buku memiliki tujuan berbeda. Tujuan yang berbeda ada orang yang sengaja memperpendek riwayat yang seharusnya ditulis dalam lembaran yang panjang. Sebaliknya ada pula orang yang ingin memanjangkan cerita untuk urusan yang sangat kecil. Orang-orang timur tidak suka membuat sejarah orang Barat, sedangkan orang-orang Barat mengabaikan suasana yang sedang terjadi di Timur. Oleh sebab itu, jika ada pelajar yang hendak mengkaji sejarah secara kronologis dan terus bersambung, dia mesti mengkajinya dalam waktu yang lama, untuk menelaah berjilid-jilid buku, padahal hal seperti ini sangat membosankan ketika saya meliha suasana seperti ini, saya mulai mencoba menulis sejarah secara menyeluruh, dengan mengulas peristiwa dari awal secara berurutan hingga zaman kita sekarang ini.”
Lalu dia menyebutkan manfaat mempelajari sejarah, seraya mengatakan dalam mukaddimah buku yang sama:
“Aku melihat sebuah kelompok yang mengaku memiliki ilmu pengetahuan, namun kemudian justru menghina sejarah dan menafikannya, karena ia menduga bahwa faedah mengkaji sejarah itu hanya memperoleh cerita dan kisah-kisah. Itulah pandangan orang yang dapat melihat kulit tanpa melihat isinya. Adapun, orang yang dikaruniai Allah waktu yang sehat, akan mengetahui bahwa faedah mengkaji sejarah sangat banyak. Di antaranya, jika seseorang membaca buku berisi kisah-kisah orang zaman dahulu, maka seakan-akan dia hidup pada zaman mereka, dan berada ditengah-tengah mereka. Jika ia menemukan diantara mereka ada raja-raja atau penguasan tiran, dan tertulis dalam buku itu dan mengetahui akibat tiraninya tidak baik dan menghancurkan negara, maka sang pembaca tentu akan ikut menjelekan mereka dan menyingkirkannya. Sebaliknya jika pembaca melihat kelakuan penguasa itu adil dan baik kemudia mendapatkan pujian setelah mereka tiada, maka sang pembaca akan ikut memuji dan mengatakan bahwa mereka sangat baik dan sebang kepada mereka. Selain itu pembaca juga akan memperoleh pengetahuan yang benar yang dapat dijadikan alat untuk menghindarkan diri dari bahaya yang ditimbulkan musuh , menyelamatkan diri dari masa lalu dan akibat-akibatnya. Karena tidak ada suatu perkara yang terjadi kecuali di dahului oleh perkara yang sama atau sebaliknya.
Dengan demikian, akan bertambah pengetahuan dalam otak menusia , yang membuatnya enak di dengar ketika menyampaikan suatu pendapat dalam sebuah majlis atau pertemuan karena pengetahuan yang diperolehnya dari sejarah. Selain itu, apabila orang yang berakal sudah melihat bahwa dunia ini menguasai manusia, maka ia dapat cepat-cepat menghindarkan diri dari kejaran dunia dan lebih mendekatkan diri untuk menyongsong akherat. Dan jika ia melihat bahwa musibah dunia ini menimpa dan tidak seseorangpun yang mampu menolongnya maka dia dapat belajar kesabaran darinya. Di dalam al-Qur’an dikatakan; sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya. (QS. 50:37)
Diambil dari buku “Seri Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah”
Makasih gan infonya
Terimakasih .telah menambah wawasan saya