Featured Posts

ShoutMix chat widget

dailyvideo

IMAM KHOMEINI




Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Ayatullah al-Uzmah Sayyid Ruhullah al-Musavi al-Khomeini dilahirkan di kota Khomein, dekat Isfahan, sekitar 300 kilometer selatan Taheran, pada 24 September 1902 (20 Jamadi-al-Thani 1320 H), bertepatan dengan hari ulang tahun Hazrat Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW dan Istri Ali Bin Abi Thalib (Imam Syiah Pertama). Nama Khomeini berasal dari nama kota Khomeyn. Di Iran memang ada semacam tradisi menggunakan nama kota/daerah sebagai nama orang, biasanya dengan menambahkan akhiran”i”. Contoh lain, Rafsanjan menjadi Rafsanjani, Tehran menjadi Tehrani dan sebagainya. Sedangkan gelar Sayid menunjukan adanya garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW.1

Ia berasal dari keluarga yang sangat religius. Baik ayahnya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini,kakeknya Sayyid Ahmad Hindi lahir di kintur, maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh agama yang disegani pada masanya. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi Nesyaburi, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggan Syiah India.2 Begitu pula kakek dari ibunya (Hajar Agha Khanon), Ayatullah Aqa Mirza Ahmad Khwasari. Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendikiawan muslim (Religious Scholar) dari Nishapur atau Nesyhabur (Iran timur Laut) yang bermigrasi ke Kashmir di mana kemudian ia menetap untuk selamanya . Anaknya Sayyid Ahmad Hindi, meninggalkan India pada sekita 1830 dan mengembara ke Karbala dan Najab (dua kota suci ummat Islam syiah Irak) kemudian mngunjungi kota Khumayn untuk memenuhi undangan temannya, Yusuf Khan. Di Khumayn ia menikah dengan adik yusuf Khan yaitu Sakinah, dan memperoleh empat orang anak (seorang laki-laki, tiga perempuan). Anak laki-lakinya, Sayyid Mustafa al-Musavi yang lahir pada tahun 1856. Mustafa belajar di Najaf di bawa bimbingan Mirza Hasan Syirasi kemudian pada tahun 1894 ia kembali ke Khomeyn. Sayyid Ahmad meninggal dunia pada saat Mustafa berumur 8 tahun. Sayyid Mustafa juga mendapat bimbingan dari ayatullah Aqa MirzaAhmad Khwansari dan kemudia menikah dengan anak Mirza Ahmad, Hajar Agha Khanom. Sayyid Mustafa dikaruniai anak sebanyak enam orang dan Ruhullah Khomeini yang bungsu dan satu-sdatunya yang panggilannya adalah Khomeini.

Pada tahun 1903, Ayah Ruhollah meninggal dunia pada usia 42 tahun. Kabarnya sayyid Mustafa dibunuh oleh dua orang bernama Ja’far Quli Khan dan Ridha Quli Sultan, agen-agen dinasti Qajar(1796-1926). Waktu itu Sayyid Mustafa sedang dalam perjalanan menuju ibukota provinsi Arak untuk menemui Gubernur Adhuh al-Sultan, guna melaporkan situasi yang tidak aman di kota Khomayn, jenazah Sayyid Mustafa segera di bawah ke Najaf. Paara Ulama Taheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan Khumayn, mengadakan upacara untuk mengenang kematian sayyid Mustafa.

Periode bergolak ini tidak pelak lagi mwninggkan kesan pada Ruhullah mudaa, kendatipun di disayangi oleh Sahebeh, bibinya yang tinggal bersama keeluarga ruhullah. Sahibeh memiliki mental dan pikiran yang kuat, keehidupan Ruhullah di dominasi Sahebeh dan Ibunya. Keduanya meeninggal keetika Ruhullah berusia enam belas tahun.

Pada usia dua puluh tuju tahun, khomeini menikah dengan Batul, putri seorang Ayatullah dari Taheran. Mereka dikarunia lima anak, dua putra dan tiga putri.

Pendidikan

Sebagai anak, Khomeini belajar bahasa Arab, syair Perssia dan kaligraafi disekolah neegeri dan ‘maktab’. Maktab, tempat menulis dalam bahasa arabnya, sebenrnyaameupakan ‘tempat meembaca’ di Iran. Seorang mullah atau wanita seteempatmengajarkan abjad daan pelafalan huruf-huruf Arab. Anak-anak duduk di lantai, danmenirukan apasaja yang dikatakan sang guru. Disiplin di maktab sangatlah keras. Kalau diatur dengan standar dewasa ini, hukuman untuk salah melafalkan kata-kata Al-Quran disana amat keras.

Seperti anak-anak lain, Ruhullah diajar meenghapal bebeerapa surah terakhir Al-Quran dan beberapa frase seerta kata Arab tentang Nabi dan Para Imam. Selai berbagai buku riwayatpara imam dan sebuah buku hadis NabiMuhammad SAW, diajkarkan pula sejaarah versi Syia’ah. Misalnya ada keyakinan bahwa Nabi maupun keluarga Nabi (termasuk para Imam Syiaah) wafat secara tidak alamiah. Ini ditunjukan dengan perkataan yang dinisbahkan kepada para imam Syiah, kami kalau tidak diracun , yaa dibuna. Perjuanganantara kebenaran dan kebatilan ini, atau melihat segalanya dengan hitam dan putih, membekas pada jiwa dan pkiran ruhullah. Kosa kata dan rasa dizalimi, senantiasa menyertainya sepanjang hayatnya. Jika menyangkut rasa tragedi yang mendalam, tak ada wilayah yang kelabu. Ruhullah mendengar hal ini berulang kali dalam hidupnya, dari rumah sampai maktab, mesjid dan madrasa. Dalam interpretsdi sejarah seperti ini, Nabi muhammad disalimi musuh-musuhnya. Putrinya Fatimah, yang dihormati oleh kaum Syiah, diperlakukan secara tidak adil oleh Umar. Suaminya Ali diperlakukan secara tidak adil oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman yang merampas haknya untuk menggatikan Nabi seabagi kahalifah. Kaum Sunni hanya mengannggap ali sebagai Kahalifah keempat setelah nabi Muhammad SAW, sedangkan kaum Syiah memandang Ali sebagai Imam pertama. Setelah diperlakukan secara tidak adil, Ali kemudian dibunuh. Merupakn tugas segenap kaum Syiah untuk mengtasi ketidakadilan-ketakadilan semacam itu.

Menjelang dewasa, Khomeini mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, dia mulai belajar tatabahasa Arab kepada saudaranya, Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi Isfahan. Khomeini tekun belajar, punya bakat khusus dalam menulisdan menyusun syair Persia. Dia banyak belajar syair Syair klasik, dengan penekanan setidak-tidaknya pertama-pertama pada syair moral dan etika seperti klasik besar’Golistan Sa’di’ (Taman Mawar). Paduan liririsme dan mistitisme Hafes, juga diajarkan. Hampir tak ada penyair besar yang tidak dicatat oleh khomeini dalam tulisan-tulisannya dikemudian hari. Nader-e Naderpour, seorang penyair Iran kontemporer yang bertemu Khomeini pada awal 1960-an di Qum, berkata: kami membacakan syair selama empat jam. Setiap baris pertama yang saya bacakan dari seorang penyair, dia membacakan baris keduanya. Khomeini juga memperlihtkan minat pada kaligrafi Persia, mempelajarinya dari seorang Syaikh yang bernama Hamzah Mahallati. Inilah kecakapan yang dipraktikkannya, bahkan ketika sudah usia tua.

Khomeini merupakan prodak Iran tengah, yang selama berabad-abad telah melahirkan ulama-ulama dan ahli-ahli agama. Dan bergurunya Khomeini kepada mahallati merupakan bagian dari tradisi ini. Yang pada waktu itu didambakan oleh Khomeini muda Mujtahid. Khomein bukan lagi lahan yang subur bagi aspirasinya. Najaf menjadi pilihan yang ideal. Namun runtuhnya imperium ‘Utsmaniah, dan digantikannya imperium ini di Irak olem mandat Inggris, menyebabkan terjadinya pergolakan politik. Lagi pula Khomeini belum cukup pendidikannya untuk pergi ke Najaf. Di pihak lain Isfahan, yang merupakan pusat ulama Syiah selama beberapa abad, merupakan kota penting yang letaknya sangat dekat letaknya dengan Khomein. Khomeini memutuskan untuk pergi ke Isfahan. Begitu di Isfahan, dia mendengar Syaikh ‘Abdul Karim Ha’ri Yazdi, seorang ulama terkemuka yang meninggalkan Karbala, untuk menghindari pergolakan politik, mendorang banyak ulama terkemuka untuk menyatakan penentangan pada kepada pemerintah Inggris di Irak. Hairi tinggal di kota Sultanabad atau Arak, dekat Isfahan. Bagi siswa yang impiaannya adalah Najaf, ini merupakan peluang yang menarik. Khomeini berusia tujuh belas tahun ketika berangkat ke Arak.

Di Arak, Ha’eri mendidik satu generasi ulama terkemuka disebuah madrasah yang mendapat bantuan dari Haj Aqa Mohsen araki (1325/1907), seorang ulama anti kontitusi terkemuka, Sebagai seorang yang baru dalam lingkunagn ilmu, Khomeini belajar ‘Suyuti’, sebuah teks tata bahasa Arab karya ulama Mesir, Jalaluddin Suyuti (atau As-Suyuti). Ketika belajar Khomeini hanya sedikit Kompromi, suatu sifat yang senatiasa menyertainya sepanjang hayatnya . Suatu hari, keyika sedang belajar suyuti bersama siswa lain dihalaman sekolah, Haeri sedang mengajar studi lanjutan kepada talabeh lain. Khomeini terusik oleh kebisingannya. Karena tak mau bertele-tele, Khomeini berpaling ke Hae’ri dan meminta dengan sopan namun tegas, agar berbicara lebih lembut. Ha’eri terkejut ditegur seperti ini oleh seorang murid. Khomeini saat itu merupakan talabeh yang sudah berpengalaman dan terdidik, serta memakai serban hitam.

Dengan runtuhnya imperium ‘Utsmania, ulama terkemuka ini enggan tinggal di kota-kota yang ada dibawah mandat inggris. Namun Qum dipandang sebagai kota Syiah yang pas. Sebagai pusat Syiah awal Qum merupakan tempat suci Ma,sumeh, saudara perempuan Imam Ridha, Imam kedelapan Syiah. Kebangkitan Qum sebagai pusat teologi utama pada hakekatnya berkaitan dengan Ha’eri, yang mendapat sambutan hangat ketika berzziarah ke kota ini pada 1921. kemudian dia diundang untuk pindah ke Qum. Setelah Ha,eri pindah ke Qum, Ahmad Syah, raja terakhir Qajar, megadakan perjalanan khusus untuk menyambutnya. Segera saja, banyak ulama dari arak maupun dari kota-kota lain berdatangan ke Qum, dan mengubah Qum menjadi pusat teologi yang maju, yang mempunyai guru-guru untuk semua cabang ilmu Islam. Sekitar lima bulan kemudiaan, Khomeini yang pada waktu itu sedang belajar Motawwal, sebuah buku retorika dan semantik, mengikuti jejak Ha,eri pergi ke Qum, dan tinggal sekolah teologi dekat tempat suci itu.

Salah seorang guru pertama Khomeini ditempaat tinggalnya yang baru adalah Muhammad Reza Masjed Syahi. Dari Syahi inilah dia belajar retorika dan syair. Dan karena Syahi pula dia jadi tertarik pada topik baru, teori evolusi Darwin yang digunakan oleh kaum sekularis anti ulama untuk mencela dan mengejek ulama. Masjed Syahi adalah satu diantara banyak mullah yang berupaya membantah darwin. Khoemini segera mempelajari dan mendiskusikan buku gurunya, kritik terhadap filsafat Darwin.

Khomeini menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darina, yaitu Ayatulllah Ali Yasrebi Kasyani (meninggal 1959). Kemudian Khomeini mengikuti kelas Ha’eri. Kalau Orang mengikuti kuliah seperti itu, berari ia memasuki tingkat tiga . Ha’eri mengajar Dars-e Kharej (studi diluar teks). Pada tingkat ini tidak ada buku pegangan, para siswa berusaha membentuk pendapatnya sendiri mengenai soal-soal hukum. Inilah tahap pendidikan Final Khomeini. Pada awala tahuan 1930-an, dia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat guru terkemuka. Yang pertama dari kempat guru itu adalah Muhsin Amin Ameli (wafat 1952), seorang ulama terkemuka dari Libanon. Yang kedua adalah Syaikh Abbas Qumi (wafat 1959) ahli hadis terkemuka dan sejarahwan Syiah. Qumi adalah penulis yang tulisannya digemari digemari di Iran Modern, terutama bukunya yang berjudul Mafatih Al-Jinan (kunci surga). Mafatih Al-Jinan diberikan kepada setiap sukarelawan perang setelah revolusi, suatu praktek yang salh ditafsarkan lawan Khomeini. Guru ketiganya adalah Abdul Qasim Dehkordi Isfahani (wafat 1934) seorang mullah terkemuka di Isfahan. Guru keempatnya adalah Muhammad Reza Masjed Syahi (wafat 1943) yang datang di Qum pada 1925 karena protes menentang kebijakan anti-Islam Reza Syah.

Setelah studi hukum dan fiqih di Qum, Khomeini juga mempelajari dua tradisi Islam yang tidak lazim yaitu irfan dan hikamah. Pelajaran inilah sangat besar dampaknya pada pandangan Khomeini mengenai dirinya dan dunia . Irafan (gnosis adalah pengetahuan mistis dunia bathiniah manusia yang mengupayakan keakraban dengan Allah0 merupakan tradisi spiritual yang terdapat terutama di dunia Syiah. Hikmah yang diwarnai oleh sistem pemikiran yang sepenuhnya logis dan skolastik, danjuga oleh eksplorasi pengalaman tentang hakekat realitas puncak. Perwujudan lain irfan, yang juga penting sehubungan dengan Khomeini, adalah syair mistis persia, kendati tidak terbatas pada penyair Syiah saja, tapi juga pada penyair Sunni yaitu Jalaluddin Rumi dan Hafiz.

Setelah mempelajari filsafat, Khomeini mulai mempelajari tasawuf. Dia terutama tertarik kepada syarh-i fushush, sebuah ulasan oleh Syarifuddin Daud Qaisari (wafat 1450) atas fushush Al-Hikmah, salah satu karya Ibn Arabi yang memaparkan secara mistis sifat-sifat Allah yang tercermin dalam sifat para Nabi seejak Adam hingga Muhammad. Pada 1937, Khomeini menulis ulasan mengenai fushush tersebut.

Khomeini terpengaruh dari salah seorang gurunya , Syahabadi. Khomeini perna berkata pada Syahabadi; yang anda katakan tidak ada dalam buku . Dari mana itu? Jawab Syahabadi; itu pendapatku sendiri. Syahabadi adalah seseorang yang tak suka bersikap diam. Dia salah seorang anggota kelompok kecil mullah yang aktif menentang kebijakan Reza Syah, dan juga mempeengaruhi pandangan politik Khomeni. Syahabadi menekankan pentingnya perencanaan untuk mendidik dan mengoeganisasikan kaum muslimin.

Ketika mengulas sebuah yang dikenal dengan nama Doa Fajar, Khomeini menunjukkan keselarasan syariat dengan logika mistisme. Dia mengatakan tidak ada kontradiksi intrinsik antara irfan dan tasawuf di satu pihak, dan berpegang teguh pada syariat di pihak lain. Kepribadian Khomeini berkembang selaras dengan tradisi Islam. Sebagai pemuda yang cerdas, introvet dan kecewa (kepada keadaan yang ada disekelilingnya ) ditambah dengan kemunduran dan keruntuhan kemapanan ulama, maka pemenuhan pencerahan batin lewat mistisme merupakan saat yang menentukan bagi Khomeini. Dia tak puas dan tak terpenuhi oleh agama versi ortodoks yang begitu lazim dikalangan mayoritas ulama.

Khomeini biasanya menulis dengan bahasa yang sangat sederhana. Dan tulisan misytisnya senantiasa dibungkus dengan bahasa simbolik Posturnya di publik sebagai mujtahid sejak awal selalu selaras dengan kecenderungan umum ulama. Dia menghindari subyek yang mencurigakan seperti filsafat dan mistisme, demi disiplin umum seperti hukum, fiqih, ilmu Al-Quran, dan hadis Nabi serta para Imam. Dalam beberapa hal, Khomeini adalah salah satu diantara sedikit orang yang menjad faqih terkemuka, mencapai tingkat tertinggi dalam mistisme teoritis, dam sekaligus menjadi guru filsafat Islam yang sangat dihormati. Dia juga dipandang sebagai praktisi islam militan terkemuka.

Konsep manusia sempurna menguasai imajinasi Khomeini, karena memberi Khomeini cara baru yang lebih efektif untuk mengungkapkan kemunduran Islam. Dia juga menerima pandangan kaum sufi seperti pra-eksistensi Nabi. Kaum Syiah percaya bahwa setelah wafatnya Nabi, cahaya beralih ke Alih, dan melalui Ali dan beralih kepada Imam Ahlul Bait. Logos merupakan hal yang sentral bagi pemahaman mistis mengenai alam semesta dan kedudukan manusia di alam semesta.

Ketika mengulas Doa Fajar Khomeini mengutip sufi besar Islam seperti Ibn Arabi, Mullah Shadra, Hafizh da Rumi, untuk mendukung pandangannya bahwa: “ Manusia sempurna adalah pemegang rantai eksistensi, yang melengkapi siklusnya… Dia adalah tanda agung Allah Yng diciptakan dalam imaji Allah. Setelah menerima pandangan manusia sempurna Ibn Arabi, Khomeini kemudian berpaling ke pahlawannya, yaitu Mullah Shadra. Dan teosofi transendental (Hikmat-e Muta’aliyeh) Mullah Shadra ini berdasar pada irfannya ibn Arabi, filsafat pencerahan (falsafeh-ye isyraq) Suhrawardi, filsafat rasional (falsafeh-ye masyya’I) pengikut Ibn Sina dan teologi (kalam) Syiah. Mullah Shadra telah menelaah persoalan ini sebagai perjalanan intlektual dan spiritual, dan merasionalisasikan argumennya dengan penjelasan mistis dan filosofis. Khomeini melangkah lebih jauh. Baginya perjalanan pertama adalah dari makhluk ke Tuhan dimana sang musafir yang mencari kebenaran berupaya keras meninggalkan wilayah batas-batas manusia. Perjalanan keduanya adalah dengan Tuhan dalam Tuhan. Dia akan mengetahui keindahan nama-nama dan sifat Allah, menyaksikan berbagai perwujudan sejatinya, pengaruh dan kekuasaanya. Perjalanan ketiganya adalah perjalanan dimana sang musafir kembali ke masyarakat, namuntak lagi terpisah dengan Tuhan karena Dia kini melihat zat mahakuasa-Nya. Perjalanan terakhirnya adalah dimana sang muusafir mendafat sifat-sifat Tuhan, sehingga dia dapat membimbing dan membantu orang lain mencapai Tuhan. Inilah tahap yang sangat penting. Disinilah Wilayat dan kenabian terealisasikan, memberi sang musafir misi penyampaian firman Allah. Dia harus memandu manusia dari yang banyak ke yang tunggal, dari penghujatan ke iman, dari kesyirikan dan tauhid, dari kekurangan ke sempurnaan. Yang lebih penting dengan menegakkan kebijakan yang benar, pemerintahan yang mutlak adil dan pemerintahan Tuhan , manusia sempurna memandu masyarakat menuju kesempurnaan mutlak.

Ketertarikan Pada politik.

Untuk menerapkan hukum islam, dan mendorong masyarakat menuju kesempurnasas, Khomeini harus mendapatkan sarana yang diperlukan. Di pusat teologi, yang dikemudian hari digambarkan oleh Khomeini sendiri sebagai sarang ular, yang menjadi norma adalah vaksionisme, lobi dan populisme. Otoritas moral, imbalan finansial dan pembuhuan karakter disingkirkan. Guru dan murid merupakan aktor utama yang dapat mengubah guru menjadi ayatullah besar, atau menghancurkannya. Dia kurang memperhatikan diskusi yang dimaksudkannya sekedar diskusi. Dia mengemukakan topik dengan cara yang jelas dan mantap. Pertama dengan menjelaskan pendapat yang lain mengenai topik itu, dan kemudian pendapatnya sendiri, sebelum mencari argumen.

Perhatian Khomeini pada mistisisme, dan non konformitasnya, tidak menghalangi perhatiannya kepada apa yang sedang berlangsung di Qum dan di dalam negeri pada umumnya.didorong oleh apa yang dilihatnya sebagai kemunduran moral di iran, pada tahun 1930-an dia mulaimengajar etika. Dikemudian hari dia mengatakan betapa periode sekarang ini orang’…pada egois, lemah dan melempem,’sehingga’ mereka tak mampu menghadapi kediktatoran Reza Syah’. Bagi Khomeini, bangsanya tak memiliki moral yang diperlukan untuk mengatasi kemunduran ini, dan Iran sebagai bangsa dengan demikian jadi terbengkalai. Khomeini memberikan kuliah di sekolah Faiziyeh Qum. Khomeini memilih tempat umum yang terkenal disebelah makam Fathimah di Bazar. Dia memilih hari kamis dan jum’at, ketika beribu-ribu peziarah berdatangan ke kota itu.ini menjamin tersebarnya reputasi Khomeini di luar kalangan agama. Memeang banyak orang berdatangan dari kota-kota dan dusun-dusung di sekitarnya, dan bahkan dari Teheran, hanya untuk mendengarkan ceramahnya. Pihak berwenang segera melihat bahwa Khomeini merupakan ancaman bagi ketertiban umum. Mereka lalu berupaya agar Khomeini tidak memberikan ceramah, sekalipun di sekolah teologi. Menurut muridnya Khomeini menjawab “saya berkewajiban melanjutkan ceramah ini. Jika politi hendak menghentikannya, polisi harus datang sendiri dan mencegah jangan sampai ada ceramah”. Meski polisi tidak menyambut himbauan Khomeini agar campur tangan langsung, namun polisi mulai melakukn penekanan langsung atas diri Khomeini, sehingga Khomeini terpaksa memindahkan ceramahnya dari Faiziyeh, dan kemudian melanjutkan kuliahnya. Tak seperti kebanyakan Mullah yang berupaya menakuti dengan ancaman hukuman di neraka dan mendorong mereka dengan mengiming-iming surga, Khomeini berceramah tentang baik dan buruk, kesadaran agama, disiplin diri dan sebab-sebab kemunduran dalam Islam. Setelah mengahadapi tekanan pemerintah pada tahun 1930-an, Khomeini akhirnya mengalah pada tekanan sesama ulama pada akhir tahun 1940-an, dan tak lagi memberikan kuliah umum. Sejak itulah dia mulai belajar fikih, meskipun tetap mengajar akhlak, tasawuf dan filsafat secara pribadi. Merka memandang putraku tidak bersih agamanya, hanya karena aku mengajar filsafat dan tasawuf. Keluhnya sedih bertahun-tahun kemudian. Ali Akbar Hasyemi Rafsanjani, murid Khomeini yang kemudian menjadi presiden Iran, berkata bahwa Khomeini dipaksa uzlah oleh orang-orang yang menentang Khomeini mengajar filsafat, termasuk Ayatullah Burujerdi. Selama hampir tiga tahun , Khomeini mengajar di rmah, seringkali menyembunyikan dirinya sedang mengajar filsafat dan tasawuf. Namun, tiga diantara murid dekatnya, Ayatullah Murtadha Mutahhari, Ayatullah Husein ‘Ali Montazeri, dan ayatullah Javadi Amuli, tetap melanjutkan kuliah pribadi dibidang teosofi transendental dengan Khomeini.

Khomeini memasuki debat agama dan politik nasional sekalipun tidak terang-terangan, setelah perang Dunia kedua, ketika Reza Syah tak lagi berkuasa. Untuk menghadapi pemerintahan Reza Syah yang anti ulama, para ulama setelah sebelumnya berjuang, merasa tak mempunyai banyak pilihan kecuali untuk tunduk. Suatu masa yang begitu sulit, sampai-sampai rezim Syah tentu akan menghancurkan Qum, jelas seorang rekan dekat Khomeini, Ayatullah Saduqi. Pendekatan pasif ini dibenarkan oleh gagasan taqiyah dalam Syiah, untuk melindungi orang Islam ketika dalam keadaan bahaya yang tak mungkin diatasinya. Tak syak lagi selama pemerintahan Reza Syah, inilah sikap para ulama. Dan ada bukti bahwa Khomeini sendiri termasuk yang bersikap seeprti ini. Seorang muridnya menuturkan, ketika Bafki (seorang ayatullah yang tak disukai Reza) balik ke Qum, setelah di bunag, Khomeini mengunjunginya. Bafqi marah karena mullah membiarkan pihak berwenang menghancurkan Masjid Imam di Qum untuk pembangunan jalan. Bafki berkata kepada Khomeini : ‘anda ada di sini, dan membiarkan mereka menghancurkan mesjid Imam?’ jawab Khomeini : ‘Taqiyah adalah jalanku, dan jalan leluhurku’ (At-taqiyyatu dini wa dinu aba’I).

Pada periode pasca Syah, Khomeini bisa tidak bertaqiyah. Pernyataan politik pertamanya direkam pada 1944 dalam buku tamu disebuah mesjid di Yazd. Pada bagian atas halaman dia menulis “Untuk dibaca dan diamalkan” dia mengawali dengan ayat Al Qur’an : “Katakanlah, aku nasehatkan kepadamu satu hal, agar kamu bangkit demi Allah, bersama-sama atau sendiri-sendiri”. Dia menekankan gagasan bangkit demi atau dengan nama Allah it. Dia mengomentari apa yang telah terjadi pada bangsa yang tidak bangkit atas nama Allah itu. Karena egois dan mengabaikan bangkit karena Allah, maka hari-hari kita sekarang ini jadi gelap, dan kitapun jadi sasaran dominasi dunia. Karena egois maka dunia Muslim jadi terongrong. Karena kecewa melihat orang muslim, Khomeini mendesak mereka untuk belajar ‘tentang dedikasi kepada agama’ dari kaum Baha’i (meskipun kaum ini dianggap sesat). Tak lama kemudia, Khomeini mengemukakan pandangan nya mengenai pemerintahan Reza Syah dalam karya politik pertamanya, Kasyf Al Asrar (menyingkap rahasia), yang diselesaikannya pada tahun 1942.

Dengan menggelar gaya polemik yang didapatnya di sekolah teologi, Khomeini berbicara secara retoris bahwa Reza Syah adalah ‘prajurit buta huruf yang tahu bahwa jika dirinya tak menindas mereka (ulama),dan membungkam mereka dengan bayonet, maka mereka akan menentang perlakuannya terhadap negara dan agama’. Kasyf Al asrar ditujukan terutama kepada Reza Syah. Sasaran utamanya adalah mereka yang bekerjasama dengan Reza Syah., khususnya ulama penghianat. Memang ini merupakan tanggapan langsung terhadap serangan atas kemampanan ulama dalam sebuah pamflet yang berjudul Asrar-e Hezar saleh (rahasia seribu tahun), yang ditulis Hakamizadeh, editor Homayoun. Khomeini dikemudian hari bertutur bahwa ketika ia melihat karya ini, dia jadi marah. Sekalipun pada waktu itu matanya sedang dakit, Khomeini tak melihat alternatif lain, selain cuti mengajar selama empat puluh delapan hari untuk menjawab tuduhan itu.mengenai Hakamizadeh dan orang yang seperti dia, Khomeini berpendapat bahwa sementara dunia dilanda perang, dan berbagai bangsa sedang berjuang menyelamatkan diri, ada beberapa orang yang tak punya pikiran dan jiwa, yang mencoba sekuat daya menyebarkan perpecahan dan fitnah, bukannya membantu saudara sebangsa mereka yang terdesak untuk berperang. Orang-orang seperti ini telah melakukan ‘langkah jahat’, seperti menyebarkan gagasan beracun mereka yang memfitnah ulama. Khomeini merasa berkewajiban membuat fakta-fakta ini menjadi perhatian orang. Sehingga sumber-sumber korupsi, kerusakan dan kesengsaraan Iran dapat diketahui. Satu kecenderungan reformis yang mendapat kemajuan, dan yang terutama di cerca Khomeini, mengatakan bahwa ritual Syiah dan beberapa sekte Sufi, sedikit hubungannya dengan agama yang di bawa Muhammad. Pandangan ini yang diserukan oleh Kasrawi dan sejumlah mantan mullah, tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh sekte Wahhabi Puritanis di Saudi Arabia.

Khomeini menulis bagian-bagian pamfletnya dengan cara jau lebih sederhana dan arif. Dengan sistematis, Khomeini membantah dan menyeleksi keragu-raguan akan keesaan Allah, Imamah, Ulama, pemerintah, hukum, dan hadis. Dengan memperlihatkan pengetahuan filsafat, logika dan polemiknya, dia menentang lawan-lawannya. Dia menerangkan latar belakang pokok persoalannya, dan mengemukakan kasusnya. Teknik yang juga dikemukakannya adalh membangkitkan rasa patriotisme dan sentimen keagamaan pembacanya. Berbeda dengan mulla segenarasinya, dia bahkan selalu menggunakan istilah filosofis yang pada waktu itu jadi mode dikalangan unsur anti ulama, yaitu kherad, atau kekuatan nalar. Orang yang tak rasional ini (Hakamizadeh) menganggap orang yang religius menginjak-injak kaidah nalar, dan tak menghargainya. Ini menunjukkan kebodohan Hakamizadeh dan kurangnya informasi. Bukankah orang religiuslah yang menulis filsafat dan prinsip fikih ? Bukankah mereka memandang beribu-ribu soal filsafat dan teologi melalui kaca mata nalar dan akal ? Bukankah tokoh-tokoh teologi ini yang memandang nalar sebagai salah satu masalh yang penting ?

Diperlihatkannya sensitifitas politik seperti itu diselang-selingi dengan kecaman. Ketika menyrang balik lawan ulama, Khomeini tidak merasa perlu menahan diri, menuduh mereka bidih, pengkhianat, jahil dan menyimpang dari agama. Namun ktik memulai pernyataan final polemiknya, dengan nada ofensif dia menulis bahwa mereka yang memandang diri sebagai pelindung agama mestilah ‘meremukkan gigi orang tak berakal ini dengan kepalan tinju bsi dan menginjak-injak kepalanya’ (yakni menutup mulut dan merendahkan mereka). Ada hal lain dalam ksyf Al-Asrar. Disini kita melihat pernyataan pertama gagasan konstitusi negara Islam. Khomeini menghimbau pembacanya, khususnya ulama, agar membaca bab mengenai pemerintah.

Kata Khomeini, ‘pemerinta baru sah bila menerima aturan Allah. Aturan Allah artinya adalah menerapkan syariat. Segenap hukum yang bertentangan dengan syariat harus digugurkan, karena hanya hukum Allah sajalah yang sah dan tak berubah, meskipun zaman berubah’. Orang asing dan peradaban Barat, dalam hal ini, ‘mencuri nalar dan kecerdasan dari kaum Muslim’.

Katanya, bentuk pemerintahan itu sendiri tak jai soal, selama hukum Islam diterapkan. Namun jika pemerintahnya berbentuk monarki, maka rajanya harus diangkat oleh Mujtahid, yang memilih raja yang adil yang tak melanggar hukum Allah, yang tak menindas, yang tak melanggar hak milik, jiwa dan kehormatan orang. Dia mengharap pemerintah Islam mengikuti aturan agama dan melarang penerbitan yang bertentangan dengan aturan hukum dan agama, --dan dihadapan pendukung religiusnya-- menggantung mereka yang menulis omong kosong seperti itu. Pembuat fitnah, yang membuat kerusakan di muka bumi (musid fi al-ardh), katanya haruslah dimusnahkan, agar orang lain tak melanggar kesucian agama.

Pahlawan yang dikagumi Khomeini menggunakan persuasi Islam yang berbeda. Pada satu ujung, Modares, seorang anggota parlemen yang tak tercela, dan pada ujung yang lain, Syaik fadhlullah Nuri, pembela syariat yang anti konstitusionalis dan konservatif. Khomeini sering menyebut eksekusi Syek Fadhullah, bersama dengan tumbangnya imperium Utsmania dan intervensi Inggris dalam urusan Irak, sebagai tiga malapetaka yang menimpa Islam. Kekaguman Khomeini kepada para pemikir Islam dan perintis perubahan diperkuat oleh militansi mereka dalam membela syariat. Meski memuji pemikiran konstitusional terkemuka seperti Ayatullah Na’ini (1860-1936) yang menghadapi Inggris di Irak, Khomeini tidak banyak memuji upaya Na’ini merujukkan demokrasi dengan Islam. Na’ini menulis buku teori politik Syi’ah, yang menanggapi pandangan ulam aanti konstitusionalis.

Pada akhir tahun 1940-an, Khomeini mulai meninggalkan uzlahnya. Khomeini percaya bahwa politik –seperti juga filsafat, tasawuf dan fikih merupakan bagian dari Islam. Untuk memajukan pandangannya, dia mengamati dari dekat dua tokoh zaman itu, Ayatullah Kasyani , yang penting perannya dalam politik dan Ayatullah Burujerdi, seorang marja Taqlid paling penting sejak tahun 1947. dalam banyak soal, seperti anti kolonialisme, universalime Islam, aktivisme politik dan populisme pandanga Khomeini sam dengan Kasyani. Tapi mereka juga berbeda dalam banyak hal. Kayani adalah politisi berbudi bahasa, yang cenderung luwes, sedangkan Khomeini lebih keras dan kurang akomodatif. Sementara Kasyani melepaskan jabatannya sebagai guru di pusat Teologi, Khomeini menyerukan bersatunya kepemimpinan ulama. Memang, Kasyani barangkali lebih dikenal dikalangan ulama muda dan kelas menengah seperti Khomeini, namun yang memimpin pusat-pusat teologi adalah ulama terkemuka di Qum dan Najaf, dan bukan Kasyani. Setelah Ayatullah Burujerdi, yang selanjutnya dipuji Khomeini adalah Kasyani. Khomeini berharap Burujerdi dapat mengatasi perpecahan dan kelembaman ulama.

Sebagai guru teologi di Qum, Khomeini sesungguhnya memanikan peran aktif dalam mencari orang kuat dan dapat diterima semua kalangan untuk menyatukan dan melindungi ulama. orang kuat dan dapat diterima seperti itu ditemukan Khomeini pada diri Burujerdi. Seorang Mullah terkemuka yang terkenal luas pengetahuan teologi dan fiqihnya. Burujerdi juga dipandang sangat saleh, sangat meyakini dialog Sunni-Syiah dan administrator yang piawai. Kepribadian dan Kharisma Burujerdi, maupun visi reformisnya, mengalahkan pengaruh Syi’ah lainnya. Menjadikan dirinya pemimpin mereka yang hampir universal. Ini menimbulkan berbagai persoalan antara dirinya dan mullah politik sehingga dia bersikap hati-hati ketika menjalankan status non politiknya sebagai marja’-I taqlid. Tidak campur tangannya Burujerdi dalam politik, pada saat Irang sedang mengalami kebangkitasn nasional besar selam aDR. Mosaddeq, menjauhkan kaum nasionalis dan sekutu Muslim yang mengharapkan dukungan dari ulama. Namun, Kasyani mwngabaikan nasehat Burujerdi, dan menerima jabatan sebagai juru bicara Majelis.

Mosaik politik yang kaya di Iran pasca perang dunia II, lebih didominasi oleh DR. Mosaddeq, ketimbang oleh politisi lain. Pada pertengahan 1940-an inilah Mosaddeq menjadi pemimpin Front Nasional, sebuah koalisi wakil nasionalis liberal di Majelis. Dalam pandangan Khomeini, niat Mosaddeq baik. Dia ingin melayani bangsa, namun kekeliruan utamanya adalah Mosaddeq tak menyingkirkan Syah, ketika Mosaddeq sedang kuat, sementara Syah sedang lemah. Burujerdi tak pernah mendukung Mosaddeq.

Pada tahun 1953, selama kontroversi berdarah sehubungan dengan Sayyid Ali Akbar Borqa’I, seorang ulama pro-Tudeh (partai Kiri) yang diduga keras menghina Burujerdi, Islam dan Al Qur’an pada kongres Partisan perdamaian di Wina, Khomeini yang menjadi pembantu dekat Burujerdi. Ketika reporter jurnal mingguan Taraqqi mewawancarainya, Burujerdi meminta agar mereka mewawancarai Khomeini sebagai wakil resminya. Dalam wawancara itu Khomeini mengutip Burujerdi mengatakan bahwa Borqa’I harus pergi dari Qum, dan tidak boleh ikut pemilihan. Ketika wartawan meminta kesediaannya untuk difoto, Khomeini menolak dan inilah yang merupakan wawancara pertamanya.

Selama tahun-tahun ini, seorang sejarawan agama menulis : [Khomeini] adalah salah seorang guru besar, dan figur terkemuka di pusat-pusat teologi Qum. Dengan gaya bahasa berbunga yang lazim pada masa itu, dia menggambarkan Khomeini sebagai filosof piawai, mufti ahli, yang berkat dirinya tercerahkanlah mata pusat teologi. Dia menambahkan bahwa Khomeini bahwa ‘…merupakan pusat perhatian banyak pelajar dan orang dari Qum, Teheran, dan kota-kota lain. Kuliah etika Khomeini diikuti beratus-ratus orang bijak dari pusat itu sendir, dan dari tempat lain. Mengenai kuliah teologi Khomeni, sejarahwan ini menulis, kuliahnya lebih baik dibanding lainnya, dan seraya meramalkan masa depan Khomeini, dia menambahkan bahwa banyak yang diharapkan dari Khomeini.

Pada akhir tahun 1950-an, Khomeini merupkan salah stu bintang di pusat teologi. Sebagai buah bertahun-tahun mengajar akhlak, teologi, teosofi transendental dan filsafat, dua ratus lebih muridnya tersebrluas kpenjuru Iran dan dikalangan umat Syi’ah di luar negeri, .mereka jadi ulama lokal terkemuka, jadi imam shalat, mengajar teologi dan berkotbah. Perlahan-lahan Khomeini mendapat keprcayaan sebagai ulama terkemuka. Sebelum bergerak kearena politik agar dapat memperkuat kedudukannya dikalangan kemapanan agama dan memperluas basis kekuasaannnya secara umum. Khomeini memandang dua patron utamanya yakni Kasyani dan Burujerdi, sebagai dua segi Muhammad : Kasyani pemimpin politik dan Burujerdi pemimpin agama. Bagi Khomeini keduanya tidak ada yang ideal, sekalipun keduanya pernah menyebut Khomeini sebagai pemimpin agama di Iran dikemudian hari. Naluri politik Khomeini mendorngnya untuk mengungkapkan pandangannya yang seringkali tidak lazim dan radikal, menghimbau orang untuk bersikap sama, sekaligus berpegang pada konsensus kemapanan Qum di bawah perlindungan Burujerdi.

Secara teologi, posisi Khomeini bukan untuk menjadi Burujerdi yang lain. Sebab, Khomeini masih muda dan masih banyak ayatullah senior yang masih hidup. Banyak ulama yang menghadapi keadaan yang sulit seperti Ha’eri dan Na’ini. Keduanya telah mencapai tingkat ilmu tertinggi, tapi tak ada peung untuk mencapai posisi puncak, untuk menjadi marja’-I Taqlid senior, karena masih ada senior mereka. Disatu pihak Khomeini tak ingin menjadi Kasyani yang lain. Menurut Khomeini, Kasyani disalah pahami oleh ulama Qum dan Teheran. Nasionalis religius seperti Mehdi Bazargan, ayatullah Reza, Abulfadhl Zanjani, dan Taleqani menjauhkan diri dari Kasyani. Mereka menuduh Kasyani sebagai penyebab jatuhnya Mosaddeq. Dan mnjadikan Feda’ian-e Islam dan Kasyani sebagai contoh kekuatan yang tak mendapatdukungan mayorita ulama, dan pada akhirnya diisolasikan dan dikalahkan, Khomeini tak mau putus hubungan dengan kalangan teologis.sesungguhnya, kritiknya terhadap Kasyani adalah bahwa Kasyani bukannya mencoba mengislamisasi politik, malah mempolitisasi islam.. Khomeini ingin menjamin hal ini tidak terjadi pendapatan asli daerah adirinya sendiri.

Setelah kudeta terhadap Mosaddeq, Syah berangsur-angsur mulai percaya diri. Dan ini mmpenagruhi hubungannya dengan Burujerdi. Syah tak ingin lagi berkunjung ke rumah Burujerdi, dan pertemuan terakhir mereka tak lagi penting. Laki-laki sakit ini dibantu di bawa dari tempat tidurnya kekereta kuda menuju Tempat Suci dimana dia dipaksa duduk dikursi hampir sejam menunggu Syah. Dua pegawai membantunya berdiri ketika Syah datang mengahmpiri. Syah tidak berjabat tanngan dengan laki-laki tua ini, padahal dulu tangan laki-laki ini selalu di ciumnya. Syah tak memberi hormat kepadanya. Syah Cuma mengucapkan salam yang lazim, ‘Ahval-e Aqa Chetor Ast’ (bagaimana kesehatan anda ?). Syah tak menunggu jawabannya atau bertukar kata. Syah kemudian berlalu begitu saja. Pertemuan ini dipandang sengaja menghina Burujerdi dan ulama. Khomeini dan murid-muridnya melihat semakin angkuhnya Syah sebagai pertanda melemahnya Burujerdi. Menurut mereka, Burujerdi sudah dikelilingi agen-agen Syah.

Burujerdi meninggal pada Maret 1961. dan dimulailah proses suksesi. Pada hari ketujuh belas sepeninggal Burujerdi, ayatullah Behbani yang pro Syah pergi ke Qum mengunjungi mullah-mullah terkemuka Qum, untuk membentuk kelompok yang akan mengurusi sekolah tinggi teologi, dan mungkin juga mencari pengganti Burujerdi. Pada saat itu, Khomeini baru berusia lima puluh sembilan tahun. Karena merasa tak bahagia dengan peranan Behbani di istana, dan marah ketika melihat Behbani tidak turun tangan ketika Nawwab Safawi (seorang ulama muda, tokoh pergerakan Islam di Iran) dieksekusi, Khomeini ikut pertemuan itu namun tidak berdiskusi. Di Qum Masyhad dan Najaf ada ulama yang lebih senior. Khomeini memperlihatkan kesan bahwa ia ingin dikenal sebagai guru dan bukan sebagai marja’-I taqlid (sumber panutan). Murid Khomeini memintanya tampil. Konon Khomeini menolak dengan menunjukkan bahwa masih ada yang lebih senior daripada dia. Alasan lain Khomeini enggan menampilkan namanya adalah karena sebagian gurunya masih hidup dan dipandang lebih pas. Hal ini merupakan satu faktor dipusat teologi. Justru karena tidak punya ambisi, Khomeini jadi lebih populer dikalangan orang yang mengenalnya. Khomeini sudah menempatkan banyak muridnya di posisi-posisi pentingg diseluruh Iran dan di negara lain. Ketika sudah tiba saatnya bangkit menghadapi rezim Syah, dukungan berdatangan dari mana-mana. Pengaruhmurid-muridnya sedemikian rpa, sehingga mereka bahkan dapat memperoleh dukungan lebih lanjut dari ulama apolitik yang enggan.

Meninggalnya Burujerdi, dalam banyak hal, merupakan titik penentu dalam hubungan ulama-negara. Bagi pemerintah, meninggalnya Burujerdi merupakan anugerah terselubung. Dengan tidak adanya tokoh kuat seperti ini, pemerintah mrasa lebih mudah melakukan perubahan sosial dan dengan demikian menguragni tekanan dari dalam maupun dari luar, Burujerdi yang sebelumnya mendukung Syah, beberapa kali menggugurkan upaya pemburuan pemerintah, seperti land reform.

Sepeninggal Burujerdi, Syah tampaknya melakukan campur tangan tidak langsung dalam urusan ulama, seperti mengirim telegram belasungkawa kepada ayatullah Agung Hakim di Najaf. Sayyid Hakim, sang ayatullah sama sekali bukan hal yang tepat untuk menggantikan Burujerdi. Posisinya tak pernah seperti Burujerdi. Mungkin dia adalah ulama yang sangat populer di kalangan Syi’ah Lebanon, Irak dan Teluk. Tapi diatak bgitu tahu politik Iran. Yang mungkin lebih jelas, kandidat lainnya antara lain Ayatullah Sayyid Abdul Hadi Syirazi, Khu’I dan Syahrudi di Irak,dan sedikitnya enam ayatullah di Iran. Meninggalnya Burujerdi juga berarti bahwa Syah tidak perlu berkonsultasi dengan ulama untuk rencana-rencana yang mungkin ada implikasi agamanya. Ini jugamemberikan peluang kepada ulama seperti Khomeini untuk bertindak menurut ijtihadnya sendiri, karena sudah tidak lagi memerlukanpersetujuan Burujerdi.

Tidak adanya Burujerdi dan Kasyani juga memberikan dorongan ekstra bagi Khomeini untuk melakukan hal-hal yang gagal dilakukan oleh keduanya :meadukanagama dan politik, Khomeini banyak melakukan kampanye secar diam-diam. Dan sepeninggal Burujerdi Khomeini melakukan kampanye umum untuk membersihkan noda yang melekat pada Akhund-e siasi (mullah politik). Politik dan agama itu satu. Ini yang sering diutarakannya. Khomeini kenal politisi di Teheran. Dia bertemu dengan beberapa menteri dan perdana menteri, ketika berperan sebagai penasehat Burujerdi. Yang prnah ditemuinya antara lain DR. Eqbal dan DR. ‘Ali Amini, masing-masing mantan perdana menteri dan perdana menteri pada waktu itu.

Di pagi hari 2 Januari 1962, bertepatan dengan hari kelahiran Imam Ali Amini –yang berupaya memprakarsai perbaikan tertentu, dan juga berupaya menegakkan otoritasnya sebagai perdana menteri ditengah-tengah kian otokrasinya Syah—pergi ke Qum untuk menemui Khomeini, Golpaygani, Syariat Madari dan Mar’asyiNajafi. Skeitar tengah hari bersama pembantunya, Amini bertemu Khomeini. Pada waktu itu Khomeini adalah satu diantara empat teolog terkemuka Qum. Setelah salam para tamu disuguhi the dan biskuit persia. Khomeini dan Amini berbicara masalah soal peranan ulama dan pemerntah dalam masyarakat, maupun soal harapan ulama terhadap pemerintah dan sebaliknya. Perbincangan Khomeini dengan Amini menunjukkan keinginan Khomeini untuk mendapatkan konsesi dari pemerintah, ketika pemerintah mencaridukungan ulama bagi pembaruannya. Pada Januari 1962, sekitar sepuluh bulan setelah meninggalnya Burujerdi, pemerintah sudah waktunya mewujudkan rencana land reform-nya. Ulam konservatif dan pemilik tanah kecewa, namun Khomeini dan ayatullah yang baru mapan menyetujuinya. Pada pertemuan itu, Khomeini menyebut soal land reform. Seperti dikatakan Amini, ‘Dia tak suka dengan prosedur pemisahan. Aku meyakinkan dia bahwa kita perlu perlu kerjasama untuk meralat isu itu’. Namun Amini dgntikan oleh Asadullah Alam, seorang tuan tanah terkenal yang kawan dekatnya Syah.

Setelah sekitar dua puluh tahun hubungan ulama – Syah relatif harmonis, benturan pertama dimenangkan ulama, terutama berkat bantuan Khomeini. Tantangannya dawali oleh sebua laporan di koran Teheran pada 7 Oktober 1962, mengenai sebuah peraturan baru. Peraturan baru ini meghapus syarat legal Islam, mengganti Al Qur’andengan kitab suci. Berita ini menghebohkan di Qum. Khomeini menggunakan kesempatan ini untuk menarik perhatian kaum Muslim kepada “ancaman Pemerintah” terhdap Islam. Agar tidak melanggar protokol, Khomeini memutuskan untuk mengundang ulama lainnya untuk datang kerumah guru mereka. Kemudian malam itu, Khomeini bersama dua ulama terkenal lainnya di Qum, Ayatullah Syari’at Madari dan Golpaygani, bertemu di rumah Ha’eri. Pada prtemuan luar biasa ini, keyiga orang ini mendiskusikan hal tersebut, konsekuensinya dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Pada pertemuan sangat penting inilah mulai terlihat sebagian kualitas kepemimpinan Khomeini.

Setelah pertukaran sejumlah telegram antara ulama dan negara, merebaklah protes menentang rancangan undang-undang itu di Qum dan Teheran. Dua bulan setelah rancangan UU ini disahkan, kabinet terpaksa harus menyingkirkan keangkuhannya danmembatalkan rancangan UU itu. Dengan dmikian bukan saja tekad Syah untuk melaksanakan pembruannya mendapat kemunduran besar meskipun temporer, namun juga menghadapi miltansi politik religius, dengan pemimpin yang maksimalis. Mundurnya pemerintah, menyusul hukum pemilihan lokal, mendorong kaum Bazari tradisional untuk membantu ulama sekutu mereka mengembalikan basis kekuasaan historis yang sudah dihilangkan rezim pahlevi setahap demi setahap. Setelah dicabutnya rancangan undang-undang pemilihan lokal, sekelompok Bazari pergi menemui Khomeini di Qum. Diskusi mreka menyebabkan disepakatinya satu sistem yang lebih terorganisasi untuk menginformasikan kepada pendukung mereka dan untuk mengecam praktek rezim yang tak islami. Sejak saat itu, penggandaan dan petunjuk-petunjuk Khomeini lebih terorganisasikan. Bertindak sebagai mata rantai dan pembimbing berbagai kelompok Bazari, dia membantu merek amembentuk aliansi dengan nama Hay’athay-e Mo’talefeh-e Eslami (Koalisi Islam Kelompok-kelompok berkabung).

Pada Januari 1963, Syah mengambil apa yang barangkali merupakan keputusan sangat berani bagi kerajaannya, yaitu menerima tanggung jawab langsung untuk melakukan pembaruan sosial. Meniru jejak ayahnya, Syah bermaksud mengadakan perubahan , dan membuktikan siapa sebenarnya yang berkuasa. Syah mengatakan bahwa dia saja yang dapat mengatasi berbagai persoalan sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi negara, tanpa perlu bersekutu politik dengan kelompok kiri maupun kanan. RUU pembaruan enam pointnya yang direferendumkan, melipiuti land reform dan pembaruan hukum pemilihan yang mengikut sertakan wanita. Proram ini merupakan upaya berani untuk mengubah wajah masyarakat Iran dan juga merupakan tantangan bagi ulama. Karena yakin bahwa sejumlah ulama terkwemuka tak akan mendukung kelompok militan pimpinan Khomaeni, Syah mengira otoritasnya tak akan menghadapi tantangan besar. Barangkali Syah tidak dapat meramalkan bakal terjadinya peristiwa dramatis

Pada 23 Januari 1963, Qum menyaksikan ledakan kekecewaan dan amarah ulama. Benturan kerusuhan berdarah yang terjadi merupakan tantangan bagi Syah, dan akhirnya menyebabkan ditahan dan dibawanya Khomeini ke Teheran. Ketika dikembalikan ke Qum pada 7 Maret 1964, Khomeini tak lagi dipandang sebagai salah seorang ayatullah terkemuka semata, namun juga sebagai ayatullah yang pemimpin politik. Peluang lain bagi Khomeini untuk mengkonsolidasikan posisi politiknya ada pada musim gugur 1964, ketika parlemen mengesahkan RUU yang memberikan hak-hak ekstra-teritorial kepada personil militer Amerika Serikat. Serangan Khomeini terhadap pemerintah, dan disebut-sebutnya oleh Khomaeni ini-pada pidato 27 Oktober 1964-fakta bahwa kedaulatan Iran telah diinjak-injak, bukannya tanpa konsekuensi. Sekali lagi, Khomeini ditahan dan dibawa ke Teheran. Namun kali ini Syah memutuskan membuang Khomaeni.

Kepergian Khomeini, pertama ke Turki dan kemudian ke Irak, bagi Syah berarti hilangnya rintangan utama pembaruannya, dan juga hilangnya sumber penting penentangan terhadap pemerintahannya. Namun, pengaruh Khomeini tidak sepenuhnya pudar. Pengaruhnya kini bersifat di bawah tanah. Pernyataan politik umum pertama Khomeini di Najaf, membuktikan bahwa SAVAK beralasan kalau mengkhawatirkan tekad Khomeini. SAVAK mencoba, meski gagal, membendung sumber pendapatan Khomeini di Iran, dan kehilangan kontak langsung dengan pendukungnya di Iran, dan kehilangan harapan untuk memobilisasi mullah di Najaf, Khomeini mulai membina hubungan dengan pelajar Iran di luar negeri, seperti Abul Hasan Bani Shadr, Ibrahim Yazdi, dan Sadeq Qotbazadeh, yang kemudian menjadi tokoh terkemuka pada Revolusi Islam 1979.

Sementara itu Khomeini menulis Tahrir Al- Wasilah, sebuah ulasan mengenai teks tradisional, yang juga meliputi soal-soal sosio-politik yang diabaikan oleh orang-orang semasanya- seperti jihad, amar ma’ruf nahi munhar (menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran). Buku ini menjadikan Khomeini kembali memiliki status faqih. Di sini, Khomeini kembali ke soal pemerintahan Islam, dan menyempurnakan apa yang tertinggal dalam Kasyf Al-Asrar. Khomeini kini mulai menyatakan bahwa Imam (pemimpin umat Muslim) berhak menentukan harga atau mengenakan batasan perdagangan, jika dirasa perlu untuk kepentingan masyarakat Islam. Dia juga menjawab banyak isu politik, dari segi kebijakan asing, dengan tujuan mencegah agar umat Islam tak terpengaruh pihak asing.

Ketika di Najaf, Khomaeni berada di tengah-tengah mullah yang tak dipercayainya. Khomeini juga tak dipercaya oleh mereka. Setelah lima tahun di Najaf barulah Khomeini merasa cukup yakin untuk mengatakan kepada kalangan ulama bahwa mereka belum cukup berbuat. Sesungguhnya Khomeini tidak menantang ulama Najaf ketika Ayatullah Sayyid Muhsin Hakim aktif dan sehat. Pada 1970, kesehatan Hakim menurun, dan dia mendapat tekanan dari pemerintah Irak. Khomeini, yang tak melihat adanya hambatan dari ayatullah terkemukan lainnya, kembali ke topik pemerintahan Islam. Dia, memberi banyak kuliah, dari 21 Januari sampai 8 Februari 1970. Dia mengemukakan bahwa dunia Islam sedang dilanda keputusasaan dan impotensi. Khomeini menyebutkan bagaimana kaum Muslim dizalimi kaum Yahudi, Kristen, imperialisme dan kolonialisme, dengan bantuan penguasa yang korup dan merendahkan diri. Khomeini mengkritik ulama yang asyik dengan soal-soal skolastis dan sok pamer ilmu, seperti topik menstruasi dan kebersihan jasmani. Khomeini berbicara kepada audiennya yang- katanya- kelak bertanggung jawab menyampaikan hukum dan sistem Islam.

Khomeini mendorong muridnya menyadari bahwa kewajiban merekalah ‘untuk menegakkan pemerintahan Islam,’ dan untuk yakin akan kemampuan sendiri dalam menuaikan tugas ini. Dia mendesak ulama untuk berupaya menegakkan negara Islam, dengan cara mengemban tanggung jawab posisi eksekutif, legistlatif, dan yudikatif. Dia juga memaparkan program aksi untuk mencapai ini dengan diawali pembaruan di pusat-pusat teologi.

Sikap teoretis utama Khomeinidalam memberikan legitimasi kepada negara Islam seperti itu doktrin Vilayat-e Faqih, yang terjemahannya bervariasi, seperti Kekhalifahan Teolog, Pemerintahan Faqih, atau Faqih.

Meski terkadang ada aktivitas dari oposisi, posisi Syah kuat sejak pertengahan 1960-an sampai pertengahan 1970-an, ketika dia memperkenalkan Iran sebagai ‘negara yang stbil’ dan makmur. Fakta bahwa Khomeini hanya mengeluarkan kurang lebih dua belas pernyataan yang ditujukan kepada masyarakat Iran di dalam negeri selama periode ini, menunjukkan bahwa dia bukan sedang menginjak tanah yang subur.

Keretakan pada dinding kukuh pada ‘stabilitas’ dan kontinuitas muncul pada tahun 1977, ketika Syah mencopot perdana menterinya yang loyal, Amir ‘Abbas Hoveyda, yang telah mengabdi selama dua belas tahun, dan digantikan oleh seorang yang lebih bersemangat, Jamsyid Amouzegar. Pada masa ini, tak ada yang tahu kalau Syah sedang mengidap kanker dan menjalani perawatan sebulan sebelumnya. Pada Oktober, ulama terkejut ketika mendengar bahwa putra sulung Khomeini, Mustafa meninggal secara misterius (diduga dibunuh oleh agen Syah-peny). Peristiwa ini membuat Khomeini banyak diliput media. Orangpun berdatangan ke rumah keluarga Khomeini di Qum, untuk menyampaikan bela sungkawa kepada saudara Mustafa yang bernama Murtaza Pasandideh serta keluarga lainnya. Ia juga banyak menerima telegram dan surat bela sungkawa. Kejadian ini menjadikan Khomeini lebih popular. Ia pun makin tampil sebagai simbol perlawanan terhadap Syah.

Munculya artikel yang menghina Khomeini pada pada6 Januari 1978 di harian Etela’at, memicu berbagai demonstrasi dan bentrokan dengan tentara di Qum. Demonstrasi ini menelan enam orang korban. Pada hari keempat puluh (arba’in) korban menyulut pergolakan di kota-kota lain. Ketika api sudah menyebar, Syah menjadi sasaran penghinaan. Merenungi perasaan nasional, dalam wawancara dengan Le Monde, Khomeini menyatakan bahwa dinasti Pahlevi harus ditumbangkan. Khomeini menambahkan bahwa tujuan idealnya adalah menegakkan negara Islam. Setelah melihat kedudukan sebagai pemimpin gerakan anti-Syah tidak perlu dipersoalkan lagi, Khomeini menjaga jarak dengan golongan kiri. Khomeini menyerukan langsung kepada agar bergabung dengan gerakan rakyat. Di Paris, Khomeini berbicara soal ‘Islam progresif,’ dimana wanita dapat jadi presiden, dan ‘aturan Islam,’ seperti retribusi (balas jasa atau ganti rugi) tak akan diberlakukan, kecuali kalau sudah cukup persiapan untuk menerapkan keadilan Islam total.

Pada periode ini, Khomeini tidak mendiskusikan teori Wilayat Faqihnya. Apalagi pandangan ulama sebagai pengawas. Bagi kubu Khomeini, hanya ada dua sasaran lagi yang perlu dicapai: perginya Syah, dan kembalinya Khomeini. Tujuan pertama semakin dekat, ketika pada 10 dan 11 Desember 1978, dua hari agama yang penting, yaitu Tasu’a dan Asyura, 9 dan 10 Muharram, berjuta-juta orang berbaris di Teheran menuntut perginya Syah dan kembalinya Khomeini. Khomeini mengambil prakrsa, menerbitkan rencana aksi tiga poinnya yang sudah diedarkan dikalangan kandidat dewan revolusi dan pemerintah provisional (sementara). Ketika mengungkapkan rencananya kepada rakyat Iran, Khomeini mengatakan bahwa ‘…berdasarkan hak-hak agama dan kepercayaan kepada saya dari mayoritas mutlak rakyat, sebuah dewan yang bernama Dewan Revolusi Islam telah dibentuk. Anggota dewan ini akan disebutkan sesegera mungkin.’ Penunjukan Dewan Revolusi merupakan langkah pertama menuju berdirinya institusi yang diperlukan untuk pemerintahan di Iran.

Pada 16 Januari 1978, Syah yang sedih dan sakit-sakitan berkemas-kemas meninggalkan negerinya, dan tak pernah kembali. Dua minggu kemudian, pada 1 Febuari, Khomeini tiba di Iran, disambut hangat berjuta-juta rakyat Iran sebagai pemimpin revolusi.



Sang Pemimpin

Orang yang berbicara soal penciptaan pemerintahan yang sempurna, masyarakat sempurna, dan manusia sempurna, kini memegang otoritas. Politisi, Faqih, dan sufi itu, kini berkuasa. Setelah berada di Teheran, Khomeini sadar betul bahwa dia harus segera mengambil alih aparat negara. Diperlukan suatu organisasi. Dia juga harus memantapkan posisinya sendiri, tanpa menjauhkan mereka yang membantu revolusi. Berdasarkan legitimasi dari konsep Wilayat-I Faqih tak diperhatikan orang.

Kini Khomeini berencana mendirikan pemerintahan Islam seperti teorinya. Yang segera jadi perhartiannya adalah konsolidasi kekuatan. Dia percaya bahwa tanpa kekuatan, kemungkaran tak mungkin dapat disingkirkan, kebenaran tak mungkin dapat ditegakkan dan Islampun tak mungkin dapat diterapkan. Langkah pertamanya adalah membersihkan revolusi dari kekuatan ‘mungkar’ dan mereka yang mengabdi pada rezim lama. Dala masa yang singkat, Amir ‘Abbas Hoveyda, mantan perdanan menteri , dan lebih dua ratus Jenderal dan pejabat teras Syah dihukum mati.kemudian diikuti eksekusi atas personel militer, pejabat, dan para pelaku berbagai kejahatan.

Sistem nilai baru yang diperkenalkan Khomeini tidak dapat dikenali sebagai secara tradisional Islami. Khomeini dan pengikutnya menggunakan kosakata yang pada esensinya kosakata ‘Islam Revolusioner’. Tuhan yang disebut-sebut oleh kebanyakan kaum revolusioner, sudah tak lagi hanya ‘pengasih dan penyayang’, seperti yang termaktub dalam setiap surat dalam Al Qur’an, tetapi juga sebagai pengahncur tiran’.

Perbedaan antara Khomeini yang revolusioner dan Bazargan yang gradualis, bukan saja alam soal HAM, seperti yang terjadi dimasa rezim baru. Tapi juga dalam sikap, pandangan dunia, dan pandangan masa depan Iran.

1 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta : Gramedia 1996) hal 36

2 Ali Ramena, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan 1996) hal

Posted by Ilham on 00.44. Filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

0 komentar for IMAM KHOMEINI

Leave comment

Recent Entries

Recent Comments

Photo Gallery

www.e-referrer.com